
Tips Menjaga Kesehatan Mental Remaja di Tengah Pandemi Covid-19
BANDUNG, DISDIK JABAR - Kebijakan pemerintah dalam mencegah penyebaran Covid-19, salah satunya menutup sekolah sehingga mewajibkan siswa belajar dari rumah. Hal ini tentu membuat siswa atau remaja pada umumnya kehilangan beberapa momen besar dan momen keseharian mereka, seperti beraktivitas dan berinteraksi dengan teman di sekolah.
Untuk remaja yang merasakan perubahan hidup akibat pandemi ini lalu merasa cemas, terisolasi, dan kecewa, tidak perlu khawatir. Melansir unicef.org/indonesia, Dr. Lisa Damour, seorang psikolog remaja, penulis best-seller, dan kolumnis bulanan New York Times menyampaikan beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menjaga kesehatan mental para remaja.
Pertama, sadari bahwa kecemasan kalian adalah hal yang wajar. Jika penutupan sekolah dan berita-berita mengkhawatirkan di media membuatmu merasa cemas, kamu tidak sendirian. Malah, itu adalah hal yang sudah seharusnya kamu rasakan.
Menurut Dr. Damour, para psikolog sudah lama menyadari bahwa kecemasan adalah fungsi normal dan sehat yang bisa membuat kita waspada terhadap ancaman serta membantu kita mengambil tindakan untuk melindungi diri.
"Kecemasanmu akan membantumu mengambil keputusan yang harus dibuat saat ini, seperti tidak menghabiskan waktu bersama orang lain atau dalam kelompok besar, mencuci tangan, dan tidak menyentuh wajah," ujarnya.
Merasa cemas mengenai Covid-19 memang hal yang benar-benar bisa dimengerti, tetapi pastikan kamu mengambil sumber yang terpercaya (seperti situs UNICEF atau WHO). "Ketika mencari informasi, cek kembali informasi yang kamu dapatkan,” sarannya.
Jika kamu merasa mengalami gejala-gejala yang berhubungan dengan Covid-19, segera bicara dengan orang tuamu agar mereka bisa membantu. “Ingat, penyakit akibat infeksi Covid-19 itu pada umumnya ringan, terutama pada anak-anak dan dewasa muda,” ungkapnya.
Selain itu, yang penting diingat, ada banyak hal efektif yang dapat kita lakukan untuk menjaga agar diri kita dan orang lain tetap aman. "Seringlah mencuci tangan, jangan menyentuh wajah, dan lakukan social distancing (pembatasan sosial)," imbaunya.
Kedua, carilah pengalihan. Satu hal yang bisa membantu kita menghadapi situasi ini adalah dengan mencari pengalihan untuk kita sendiri. Mengerjakan PR, menonton film kesukaan atau membaca novel sebelum tidur adalah hal-hal yang disarankan oleh Dr. Damour untuk melampiaskan dan menemukan keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, temukan cara baru untuk berkomunikasi dengan teman-teman. Jika kamu ingin bersosialisasi dengan teman-teman di tengah kondisi social distancing seperti saat ini, media sosial adalah solusi yang bagus untuk berkomunikasi. Selain itu, salurkan kreativitasmu. “Saya tidak akan pernah meremehkan kreativitas remaja. Menurut saya, remaja akan menemukan cara untuk (terhubung) dengan satu sama lain secara online melalui cara yang belum pernah dilakukan sebelumnya,” ungkapnya.
Keempat, fokuslah pada dirimu. Pernahkah kamu berniat belajar hal baru, membaca buku baru atau belajar cara memainkan alat musik tertentu? Sekaranglah saat yang tepat untuk melaksanakannya. Fokus pada diri sendiri dan cari cara untuk memanfaatkan waktu.
Terakhir, selami perasaanmu. Kehilangan kesempatan mengikuti acara dengan teman-teman, menyalurkan hobi atau menonton pertandingan olahraga adalah hal yang sangat mengecewakan. “Ini adalah kehilangan dengan skala besar dan menjengkelkan dan wajar dirasakan oleh remaja,” ujar Dr. Damour.
Cara terbaik untuk mengatasi kekecewaan ini adalah dengan membiarkan dirimu merasakan kekecewaan ini. “Kalau soal mengalami perasaan yang menyakitkan, satu-satunya jalan keluar adalah berusaha melaluinya. Lanjutkan hidupmu dan jika merasa sedih, selami perasaanmu. Jika kamu bisa membiarkan dirimu merasa sedih, akan lebih cepat pula kamu merasa lebih baik,” ungkapnya.
Setiap orang punya cara berbeda untuk mengolah perasaan. “Beberapa anak akan menyalurkan perasaan mereka dengan membuat karya seni, berbicara dengan teman-temannya dan menggunakan kesedihan yang dirasakan bersama sebagai cara untuk merasa terhubung di tengah situasi ketika mereka tidak bisa bertemu secara fisik,” tutur Dr. Damour.
Sebenarnya, menurut Dr. Damour, masa-masa seperti ini adalah saat yang paling penting bagi kita untuk lebih bijaksana memutuskan dan melakukan hal yang benar bagi diri sendiri.***